Sunday, January 20, 2008

Sahabat

Berteman boleh dengan siapa saja. Tapi bersahabat harus pilih-pilih. Boleh dong?! Aku memilih sahabat-sahabatku dan mereka memilih aku sebagai sahabat. Klop kan? Inilah yang terjadi dengan kami berempat. Ochi, Santi, Nani dan aku. Bagaimana kami saling memilih? Panjang ceritanya.

Dengan Ochi, aku pernah melakukan beberapa perjalanan. Yang paling berkesan adalah perjalanan overseas. Overland pula, Singapore – Chiang Mai. Backpacker pula. Tanpa plan yang jelas. Tanpa bawa uang banyak... lha wong kami saat itu baru lepas usia kepala dua and baru kerja di tahun2 pertama kok, so pasti nggak punya banyak tabungan... tapi punya segudang nyali. Rute pertama, Jakarta - Batam. Garuda business class. Ini kasusnya kepepet lho, karena tiket ekonomi habis padahal sudah ambil cuti. Muter2 di Batam, trus ke Singapore. Nginep di apartemennya Yoko, jurnalis Jepang temennya Ochi. Nggak sengaja di Singapore ketemu terminal. Nah... di sinilah petualangan dimulai. Kami memutuskan untuk tidak berleha2 di Singapore. Dengan modal peta, kami ingin overland sampai dimana kami mesti berhenti entah karena waktu cuti sudah habis atau uang sudah sekarat. Mana yang paling dulu aja. Untuk menghemat, tiap malam kami tidur di bus. Kami atur bagaimana caranya tiap malam kami selalu dalam perjalanan dari satu negara/kota ke negara/kota lain. Sampai di negara atau kota tujuan mencari taksi untuk ke hotel berbintang lima bo! Mau check in? Boro2 deh. Numpang cuci muka dan bersih2 doank kok. Biar gembel kami hygienic. Juga praktis. Saat mau city explore, kadang sewa taxi, charter mobil, atau ikut city tour dari hotel. Kalau yang begini jangan ngirit! Ngobrol dengan supir atau dengerin tour guide bisa lebih mahal nilainya dibanding ongkos sewa mobil atau argo taxi seharian keliling kota atau ongkos ikut tour.

Sepanjang jalan kami menikmati petualangan dengan penuh hahahihi karena banyak kejadian yang menggelikan bikin otot mulut, otot mata dan otot perut kontraksi terus. Pernah disemprit peluit polisi di terminal karena nggak tau lagu Raja Thailand lagi dikumandangkan di seantero negeri dan kami harus ikut berdiri seperti semua orang di sana (Lha...mana kami tau itu lagu raja. Kirain lagu dangdut, soalnya kalau di terminal di Indonesia kan biasanya lagu dangdut. Maap. Terpaksa deh kaki yang lagi asyik diongkang2 harus ikut tegak). Ada lagi yang kocak. Mau beli tiket bus di Chiang Mai repotnya minta ampun. Masalahnya cuma mau konfirmasi apakah tiket sudah termasuk makan malam? Dari mulai pakai bahasa Inggris yang baku, Inggris jalanan, akhirnya kesel pakai bahasa Jawa. Tetep nggak beres tuh masalah. Akhirnya tiket di tangan. Bener deh, tiketnya tanpa makan malam. Cilaka, padahal uang udah cekak dan campur2 mata uang tiga negara. Akhirnya waktu bayar makan, dompet coin aku tuang di atas meja dan kami biarkan encik2 di restoran ngambil uang sebanyak yang kami harus bayar. Biar gembel kami nggak itungan hahaha. Kejadian lain lagi, ke pasar malem and nawar baju pakai kalkulator. Lha wong nggak bisa ngomong bahasa lokal je!!!

Kami sibuk mentertawakan diri sendiri dan mengajak orang untuk tertawa bareng lewat keluguan kami. Tepatnya kenekadan kami. Thank God. Tiap kali kami keder selalu saja ada yang membantu. Mungkin tanpa sadar kami menyebarkan energi positip. Ceile! Tiap malam kami membaca peta, bikin rute perjalanan. Saat di Bangkok karena belum tau mau tidur dimana, aku nekad mengajak Ochi untuk ke Embassy Indonesia, untuk tanya kali2 seniorku di kampus dulu, VinVin, masih ada di sana. Dan hidup selalu penuh kejutan! Sang petugas langsung menelepon ke apartemen VinVin, dan senior yang baik ini menjemput kami dan mengajak kami menginap. Pucuk dicinta ulam tiba! Besoknya diantar jalan-jalan pula. Life is beautiful, isn't it?

Dengan Santi. Dia juga seniorku di kampus, satu tahun di atasku; adik kelas VinVin. Kami ke Toraja saat itu. Ini perjalanan yang aman karena kakaknya Santi, Mbak Endang dan Mas Yong selalu mengawal kami dengan fasilitas hahaha... Aku senang karena bisa ke Katakesu; masuk ke Liang, goa tempat penduduk Toraja dimakamkan; ikut Mabadong, tarian sebelum acara pemakaman, dll. Aku sempat disangka turis Jepang lho karena tampangku dulu pale banget. And Santi disangka tour guidenya, karena ia gadis Toraja asli yang hitam manis ckckck... Aku masih ingat raut mukanya yang jengkel karena kasus ini.

Satu kenangan yang paling berkesan buatku adalah waktu balik lagi ke Liang buat beli boneka Toraja. Aku yang nyupirnya masih belepotan, nekad nyupir sendiri ditemani Santi. Di kiri jurang, di kanan gunung. Papasan dengan mobil dari depan pula. Gubrak!!! Jantung sempet ciut juga lho! Tapi siapa yang lebih nekad hayo? Yang ngasih mobil bukan??!! Thanks Mas Yong. Berkat kepercayaanmu nyali jadi makin berkobar. Prinsipnya satu. Asal niatnya baik pasti tujuan tercapai. Ya nggak?

Dengan Nani. Ini terbilang unik. Dia adik kandung Endang, juga seniorku di kampus, seangkatan Santi. Aku belum pernah senasib dalam perjalanan jauh dengan Nani. Paling benter ke Bandung doang. Itu juga cuma sekali. Perlu dicaritau nih, kenapa bisa bersahabat dengan cewek borju ini hehehe... Yang jelas, dia selalu menyediakan rumahnya buat pelarian kalau aku takut sendirian di rumah. Aku geli kalau ingat aku terpaksa tinggal di apartemen delapan bulan karena rumah harus direnovasi. Ada kejadian orang bunuh diri loncat dari tower sebelah. Seminggu lebih aku nggak mau tidur di apartemen and ngacir ke rumah Nani. Well... sudahlah aku memang nggak suka apartemen, ditambah kejadian itu. Lengkap deh sebelnya! Yang seru lagi, waktu aku “ngidam” soto mie, Nani bela-belain pulang kantor nemenin aku makan soto mie di Spicy Garden. Tapi teuteup... kalau sama dia ujung2nya shopping bo! Soto Mie cuma dua puluh ribu perak, gesek2 kartu kredit di Sogo meriah banget hahaha.... Maklum Sale sale sale...

Apa yang mengikat kami berempat? Tak lain dan tak bukan adalah karena diantara kami ada ikrar kemerdekaan yang tidak tertulis. Nggak pernah tahu malu, alias nggak malu ngetawain diri, nggak malu ngetawain hidup kami. Life is a joke! Kalau kata Sark, dalam bukunya "Succulent Wild Women" bisalah kami memenuhi definisinya sebagai woman at any age who feels free to fully express herself in every dimension of her life. Begitulah kami memandang hidup. Gile bener! Ada jejak dalam diriku yang ditinggalkan oleh Sark dari bukunya "Succulent Wild Woman" dan "The Bodacious Book of Succulence", yang aku baca lebih dari sepuluh tahun silam. Fantastic!

Nuansa Life is a joke muncul lagi setelah sekian tahun nggak saling ketemu dalam formasi lengkap, empat orang. Maklumlah, kami sempat tercerai-berai saat masing-masing mengejar impian, tepatnya menjalani takdir hehehe... Nani sekolah lagi di London, dan Santi ke Melbourne. Ochi dan aku walau tetap di Jakarta sibuknya minta ampun. Maklum sekarang kami sudah nggak dianggep anak bawang lagi di kantor. Umur udah meriah bo!

Sabtu lalu, 19 Januari 2008, kami berkumpul lagi. Lunch di Sushi Tei untuk ultahnya Santi and Nani (dua2nya tanggal 17 Januari euy). Kekacauan terjadi lagi. Nani iseng nyelipin tissue instead of tips di dompet bill, gara2 kesel dengan service yang lemot. Pantesan waktu aku mau ngeluarin uang buat tips semua pada angot. Ternyata ada plan jahil tersembunyi. Well...I was ok nggak ngasih tips, wong di situ sudah ada dan jumlahnya cukup besar karena kami kalap memesan makanan plus comat-comot sendiri dari meja bar karena perut nggak sabar menunggu hahaha... Habis makan, kami nonton film ditraktir Ochi. Tengkiyu Chay! Ngopi plus updating kehidupan masing2, termasuk masalah asmara tentunya... you know... girls! Kesimpulannya? Kita sama2 punya idola pria seperti Denzel Washington dalam “American Gangster”. He is obviously cool! Russell Crowe nggak dilirik2 lho...

Rebutan makanan, ngomentarin film ngalor-ngidul, saling ejek, nonsense talking, itu selalu jadi bumbu diantara kami (yang serius biar aja stay as office business!). Semua kayak dulu lagi. Kayak muda lagi. Bahkan kayak anak kecil lagi. Love among kids is so pure. No doubt! "Choose innocence," kata Sark. Satu2nya yang bikin kami sadar kalau kami bukan anak kecil ada di saat2 terakhir dimana kami harus mampir ke Hero untuk belanja keperluan di rumah. Jadi kayak emak2 kalau udah gini!

Jam menunjukkan Pk. 10 malam. Perpisahan harus terjadi. Di tas kami masing2 ada celana panjang putih. Sama merek. Sama model. Yang akan kami pakai kalau ketemu berempat lagi, di acara “Ladies in white!” Belum tau kapan. Edun kan? Kayak jaman SMA lagi!!!

Aku keluar Pondok Indah Mall dan membayar tiket parkir. Aku tanya: “Berapa mas?” Dan si mas menjawab “Dua puluh ribu rupiah, bu.” Wow... kami menghabiskan waktu sekitar 10 jam di PIM??? Love speaks!

No comments: