Wednesday, January 30, 2008

Hari ke-5: Purwokerto OFF-ROADER BERSALSA DI PEMATANG SAWAH

Himbauan: Lebih asyik baca urut lho. Kalau belum baca yang sebelumnya, scroll down dulu ke artikel “Hari ke-4: Balik ke Purwokerto NAIK TURUN GUNUNG (LAGI!) DIBONCENG MOTOR”

Senin, 28 Januari 2008. Pagi hari dari hotel kami menyempatkan naik ke Pancuran 7 di Kawasan batu Raden, untuk menikmati refleksi di kawasan pancuran air belerang. Pemandangannya spektakuler. Duduk menatap lembah sambil dipijat. Ruaaaar biasa. Ini adalah persiapan kami untuk tujuan berikutnya, yaitu Gunung Lurah.

Untuk ke Gunung lurah, kami dapat pinjaman jeep 4-wheel drive dari Perhutani. Jalan menuju gunung ini memang sadis. Batu2nya besar2 dan ada kelokan tajam menanjak. Di tengah jalan kayak gini Mbak Ita bisa tidur. Anak gunung emang beda! Sementara aku berusaha melenturkan badan mengikuti irama ban mobil. Kondisi jalan betul2 unpredictable! Mobil bergoncang2, kadang hampir miring. Kalah deh roller-coaster di Dufan. Off-road abeeezzz! Untung sang supir sudah biasa buka hutan hehehe... Tapi ini relatif lebih aman lah dibanding naik motor kemarin. Rodanya empat. Dan cerdas semua.

Pak Seno, Kepala LMDH di daerah itu, sudah menunggu kami. Kami turun dengan pandangan takjub karena berada di sebuah lereng dan dikelilingi pegunungan. Di tengah2 pegunungan itu dulunya adalah danau. WOW (huruf besar semua!!!) Speechless lho! Rasanya cita2 punya rumah mungil di lereng gunung hampir jadi kenyataan nih (being optimistic!). Dengan dada masih WOW, Pak Seno mengajak kami pergi ke tempat lain nggak jauh dari situ. Kami di ajak ke sawah2. Melewati pemukiman penduduk. menyeberang kali. Lepas dari situ terhampar sawah seluas mata memandang. Kami jalan di atas pematang sawah. Aku baru tau ternyata pematang sawah itu lebarnya cuma secuplik, kira2 20-25 cm dan di atasnya ada batu2 buat pijakan. Nah... disinilah adegan Salsa dimulai. Satu tangan Pak Seno tidak lepas dari tanganku, kayak pasangan Salsa gitu lah... Bukan usaha mesra lho...takut jatuh ke sawah bo!

Jalan di pematang betul2 menyita konsentrasiku. Sedikit saja aku mencuri pandang untuk menikmati pemandangan badan mulai hilang keseimbangan dan cengkeraman tanganku pasti makin keras. Mungkin dalam hati Pak Seno mbatin ya... aduh...ini cewek Jakarta jalan di pematang repot amat. Gimana jalan di atas rambut dibelah tujuh??!! Jangan cemas pak. Nanti saya akan nawar minta dibelah dua aja. Tujuh ketipisan.

Puas memandangi gunung dari tengah sawah, kami berjalan ke arah rumah Pak Seno. Jalan yang diambil berputar agar ada variasi. Terdengar gemericik air. Kami sudah dekat kali. Di situ ada deretan kincir. Kami nggak bisa berlama2 di sana karena mulai gerimis. Setengah berlari kami mencapai rumah Pak Seno, untuk makan siang di rumahnya. Sambalnya bikinan bu Seno enak lho, mirip bikinan ibuku.

Inilah akhir dari petualangan kami. Well... aku merasakan ini sebagai petualangan. Padahal sebetulnya adalah business trip huahaha... Pulang dari sini Pe-eRnya segudang. Meeting... meeting... dan meeting lagi... mungkin itu memang takdir yang harus dijalani, untuk sebuah mimpi bisa menatap lembah setiap hari (ceileeee!). Anyway, I love you, love! You are great! You brought me to these fantastic places.

PS. Thanks to Bilwan, Mbak Ita, Miki, Santo, Pak Broto, teman2 ArgoWilis, dan teman2 lain yang tidak bisa disebutkan satu per satu apalagi dua berdua.


Special thanks to my sister, Ita, who I believe always accompanies me from heaven (hidup gue masih caur nih, Nick!).

Also to my dad who kept on calling me and sending me SMSes, asking where I was (bokap suka lupa kalau aku sudah bukan anak2 lagi, bukan pula remaja hahaha...).


God Bless you all!

2 comments:

Anonymous said...

Wah, sudah sampai ke Gununglurah ya Bu. I was born there. The most beautiful place in earth, hehehe...

Chrissie, Chrisshe, Christine, Chrisna said...

Wah...kenapa nggak pulang kampung, mbangun desa. Bayangin aja, di kaki Gunung Slamet dulunya ada danau indah. Nggak kalah lah alam kita dengan New Zealand atau Scotland....pulkam dong....