Wednesday, January 30, 2008

Hari ke-2 – Banyumas NAIK TURUN GUNUNG

Himbauan: Lebih asyik baca urut lho. Kalau belum baca yang sebelumnya, Scroll down dulu ke artikel “Hari ke-1 – Purwokerto KANTOR GAYA LESEHAN”

Jumat, 25 Januari 2008. Setelah sarapan, kami diajak ke Hutan Pinus di Kawasan Wisata Batu Raden, bersama Pak Broto dan dua anak buahnya di Perhutani; plus Miki, temannya Bilwan dari Jakarta. Di sana kebetulan sedang ada rapat, jadi kami sempat dikenalkan ke beberapa orang lagi. Meriah deh!

Nuansa di tengah hutan itu bagus buat self healing lho. Deretan pohon dan hamparan hijau saat menatap lembah bikin kabarnya bisa mengurangi minusnya mata. Wangi hutan plus basahnya embun pagi sehat buat paru-paru dan kulit. Ideal memang kalau bisa tinggal di lereng gunung ya??? One of my dreams nih.

Masih di Kawasan Batu Raden. Kami ke Lembah Sunyi. Asli bo... sunyi banget. Sepanjang jalan cuma kedengaran gemericik air. Soothing banget deh. Batu2 alam besar dan kecil saling rukun menata diri agar terlihat begitu indah. Percikan air terjun membuat mereka terlihat solid dan bersih kehitaman. Di pinggiran ada sesajen tanpa menghadirkan kesan angker. Bagus juga kali ye... buat ngingetin pengunjung, yang konon kabarnya kebanyakan orang pacaran, agar nggak heboh di tempat secantik ini. Oh ya, sempet ketemu uler air juga lho. Dia lagi asyik lirak-lirik tampaknya. Dan sebelum dilirik, aku mempercepat langkah alias ngibrit hehehe... Dalam perjalanan keluar dari Kawasan Batu Raden, kami juga sempat melihat micro hydro berkekuatan 20.000 watt yang dipakai sebagai pembangkit listrik.

Acara dilanjutkan dengan early lunch di warteg si samping Restoran Pring Sewu. Warteg ini kami namakan Pring Satus karena so pasti jauh lebih kecil dari Pring Sewu (satus = seratus, sewu = seribu). Mungil, sederhana, bersih, enak (terutama tempe kedelai hitam goreng). Wah... boleh juga nih dilirik Pak Bondan Winarno buat Wisata Kuliner Jalan Sutranya. Hebat deh Bilwan kalau urusan warteg hahaha!

Habis itu kita ke kantornya Bilwan. Ngobrol2, diskusi, and siap-siap untuk ke Telaga Pucung, yang terletak di puncak bukit. Dalam per jalanan ke sana, masih di dalam kota kami menemukan Soto Sokaraja Jalan Bank yang ngetop itu (kalau nggak salah sudah masuk ke acara kulinernya Pak Bondan di Trans TV nih). Menurutku soto ini enak dan aneh. Anehnya? Soto kok pakai sambel kacang. Enaknya? Silakan dirasakan sendiri ya...

Telaga Pucung jadi awal perjalanan di wilayah Banyumas. Maksudnya, jalaaaan terus (literal nih, jalan pakai kaki). Naik-turun lereng gunung. Jauh, capek... tapi sehat. Belum pernah aku keringetan sampai kaos basah begitu. Bisa diperes tuh. Lihat apa di atas? Ya lihat Telaga di dada gunung. Telaga dengan pemandangan lereng, telaga dengan pemandangan hamparan dinding gunung. Pemandangan langka buatku. Di sini sedang ada pembangunan vila. Menurutku desainnya nggak banget deh. Nggak menyatu dengan lingkungannya. Kami diberi penjelasan oleh (mungkin) project leadernya dan kami hanya manggut2, nggak enak mau komentar. Tapi dasar perempuan, sebelum pulang Mbak Ita nggak tahan untuk protes kursi taman dari beton yang nggak pas letaknnya dan kurang ergonomis, dan aku nyentil soal pekerja yang membuang cat di aliran sungai. Ditraining dong Pak!

Tujuan berikutnya? Curug Cipendok, air terjun setinggi 92 meter. Bolak-balik ada kali satu jam jalan. Yang aku inget nggak karu2an deh naik-turunnya. Bikin detak jantung kuenceng and lutut rasanya mau copot. Buat aku ini sudah pencapaian yang luar biasa. Harusnya bawa bendera bertuliskan “chris maryanto” atau “[ki:] Group kalau perusahaan mau nebeng hahaha... ya kayak para pendaki gunung itu lho, sampai di atas ditancepin. Weleh...weleh... heboh amat! Sementara Mbak Ita heboh sama kamera SLRnya dan masih bisa hahahihi. Lha buat dia nggak sebanding lah yaw dengan Himalaya yang berhari2 didakinya. Tuhan memang adil dan tahu betul kekuatanku. Aku cuma disuruh mendaki lereng2 gunung aja.

Next destination?
Hutan di pinggir jalan raya Purwokerto - Semarang, berseberangan dengan Kali Serayu. Mampir sebentar di sana untuk lihat nursery pohon damar dan lain2 dan menikmati kali Serayu nan indah dengan jembatan kereta api puanjang banget. Lanjut ke Gunung Selok di daerah Cilacap. Naik Gunung juga. Tapi lebih manusiawi. Bisa naik mobil sampai puncaknya. Kami berhenti di puncak gunung, dimana Padepokan Agung Sanghyang Jati berdiri. Saat membuka pintu mobil, suara puji2an atau matra Budha seolah menyambut kami. So peaceful. Kami melewati beberapa tempat lokasi berdoa atau bermeditasi. Kami berpapasan dengan Bikkhu Dhamma Tejo tepat di tempat doa dengan pusat energi yang paling bagus yang mereka sebut dengan Kaki Langit. Di sini pula, pak Broto, Bilwan, dan Santo (driver) melakukan sholat. Pemandangan langka simbol kerukunan antar umat beragama. Moslem sholat di Wihara, dipotret oleh seorang Katholik (aku).

Dari sepanjang tempat doa di atas gunung ini kami bisa menikmati hamparan pasir dan air di laut. Pikiran ploooong. Kami ngobrol dengan Bante Dhamma Tejo, dijamu kopi dan buah-buahan. Eit... karena denger gosip Bante bisa lihat aura, aku dan Mbak Ita nggak mau hilang kesempatan minta dilihat juga lho... “Auranya bagus,” kata Bante. Gimana nggak bagus, lha wong baru pulang Tapa Brata je, tujuh hari enam malam kerjanya meditasi melulu hehehe...

Kami turun gunung saat sunset. Kueren banget. Meninggalkan wilayah Banyumas untuk ke arah Magelang. Makan malam di Ayam Goreng Bu Mansyur, di depan alun2 Banjar Negara. Dari situ lanjut ke arah Magelang, tepatnya ke Losari Coffee Plantation. Pengalaman hari ke-3 yang beda.

No comments: