Monday, May 7, 2007

Gelombang cinta

Sabtu 5 Mei yang lalu, aku mengirimkan sms ke Three Musketeers Rasdi, Felix, dan Mahendra. Isinya adalah info sekaligus undangan untuk keesokan harinya jika mereka sekeluarga ingin datang ke misa mingguan dengan nuansa yang berbeda karena di gerejaku, Gereja ST. Servasius, Kampung Sawah, akan kedatangan Orkestra Seminari Wacana Bhakti.

Felix dan keluarga ternyata sedang di Bandung, sedangkan Mahendra sibuk menyiapkan misa berbahasa Latin di Kedubes Vatican (Ketua panitia nih ye…!). Rasdi mengindikasikan akan datang (smsnya cuma bilang…”Great idea!”).

Minggu pagi aku ke gereja seperti biasa. Duduk di baris paling depan. Setelah berdoa, mataku terpana dengan dua buah pohon di depan altar. Daunnya hijau tua dengan sangat seksi. Aku membatin. Seusai misa aku akan foto pohon itu dan minta tolong Pak Malik, gardener, untuk mencarikannya. Mataku menengok ke barisan koor. Lho…kok nggak ada deretan partitur stand, dan alat2 orkestra? Lha…kok malah ibu-ibu duduk di deretan kursi koor. Aku menduga mungkin orketranya di atas. Aku coba melongok…hmmm…tampaknya gak ada tanda-tanda nih. Aku gelisah karena merasa sudah menyebarkan info salah dan takut melihat wajah Rasdi sekeluara kecewa kalau ternyata misa tanpa orkestra. Untuk menenangkan diri aku mengirimnya sms maaf…maaf…maaf… hehehe…ini pertama kalinya di gereja masih sibuk dengan sms.

Misa berjalan. Dan betul. Tanpa orkestra.

Mataku sesekali melirik pohon seksi di depan Altar.

Saat akhir, di bagian penutup Romo Ikhsan, mengumumkan bahwa Sabtu dan Minggu 12 dan 13 Mei, akan ada Perayaan Pesta Nama Paroki, Pesta Sedekah Bumi, dan kunjungan Seminari Wacana Bhakti dan orkestranya. Maka misa pertama di hari Minggu ditiadakan. Pengumuman si Romo kok seperti Déjà vu buat aku ya? Gumun deh…. Lagi gumun mikirin tiba-tiba aku dengar si Romo menunjuk pohon di depan Altar dan bilang bahwa nama pohon itu adalah Gelombang Cinta dan di pamerkan di aula gereja bersamaan dengan Seminar tentang Tanaman. Alamaaak!

Selesai misa, aku membuka handphone. Sms dari Rasdi, tidak bisa ke Kampung Sawah karena bersih-bersih rumah. Thank God! Pikiranku langsung fokus menuju ke aula, melihat tanaman. Aku tanya soal pohon impian di dalam gereja yang sejak awal misa menyita perhatian. Ternyata dijual dan harganya rp3 juta dan Rp4 juta. Wah…Gelombang Cinta yang sudah mapan ternyata mahal, bo! Aku liat ada Gelombang Cinta yang masih muda dan ukurannya pas untuk diletakkan di kamar mandi. Modal untuk membawanya pulang hanya empat lembar lima puluh ribuan.

Sampai di rumah aku langsung menunjukkan pohon hasil temuanku pagi itu ke Pak Malik yang kebetulan sedang merawat tamanku. Dia bilang: “Bagus amat, Bu, Gelombang Cintanya. Berapa ibu beli? Kalau sebesar itu sekitar Rp350ribuan.” Aku kaget karena Pak Malik juga menyebut pohon ini Gelombang Cinta. Tadinya aku pikir itu cuma julukan buat promosi. Dengan bangga aku bilang: “Wah…ini rejeki saya pagi ini, Pak. dapat pohon bagus hanya dengan Rp200ribu.” Pak Malik bersemangat: “Murah bu…nanti saya rawat. Kalau besar bisa jutaan harganya. Itu tanaman indoor, Bu.”

Aku pun masuk dan membawa Pohon Gelombang Cinta ke kamar mandi. Mbatin…gelombang cinta dalam arti sebenarnya pasti tidak murah juga. Makin bertambah usia, makin mahal karena perawatannya memerlukan kasih untuk berbagi harapan; ini tidak ternilai choy!

Mudah-mudahan pohon ini bisa menjadi spirit hidup buat semua orang yang tinggal atau bertamu di rumahku. Gelombang Cinta… The wave of loves. I wonder who gave the name and where did he/she get the name from?

No comments: